Selasa, 14 Desember 2010

Bunga - Kembang Sepatu

Kembang Sepatu

Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) adalah tanaman hias semak suku Malvaceae yang berasal dari Asia Timur dan banyak ditanam sebagai tanaman hias di daerah tropis dan subtropis. Bunga besar, berwarna merah dan tidak berbau. Bunga dari berbagai kultivar dan hibrida bisa berupa bunga tunggal (daun mahkota selapis) atau bunga ganda (daun mahkota berlapis) yang berwarna putih hingga kuning, oranye hingga merah tua atau merah jambu.

Di Sumatera dan Malaysia, kembang sepatu disebut bunga raya. Bunga ini ditetapkan sebagai bunga nasional Malaysia pada tanggal 28 Juli 1960. Orang Jawa menyebutnya kembang worawari.

Deskripsi

Bunga dari tanaman hias ini terdiri dari 5 helai daun kelopak yang dilindungi oleh kelopak tambahan (epicalyx) sehingga terlihat seperti dua lapis kelopak bunga. Mahkota bunga terdiri dari 5 lembar atau lebih jika merupakan hibrida. Tangkai putik berbentuk silinder panjang dikelilingi tangkai sari berbentuk oval yang bertaburan serbuk sari. Biji terdapat di dalam buah berbentuk kapsul berbilik lima.

Pada umumnya tinggi tanaman hias ini sekitar 2 sampai 5 meter. Daun berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun yang meruncing. Di daerah tropis atau di rumah kaca tanaman berbunga sepanjang tahun, sedangkan di daerah subtropis berbunga mulai dari musim panas hingga musim gugur. Read the rest of this entry »




Minggu, 31 Oktober 2010

daur ulang sampah

Daur ulang


Simbol internasional untuk daur ulang

Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle).
Material yang bisa didaur ulang terdiri dari sampah kaca, plastik, kertas, logam, tekstil, dan barang elektronik. Meskipun mirip, proses pembuatan kompos yang umumnya menggunakan sampah biomassa yang bisa didegradasi oleh alam, tidak dikategorikan sebagai proses daur ulang. Daur ulang lebih difokuskan kepada sampah yang tidak bisa didegradasi oleh alam secara alami demi pengurangan kerusakan lahan. Secara garis besar, daur ulang adalah proses pengumpulan sampah, penyortiran, pembersihan, dan pemrosesan material baru untuk proses produksi.
Pada pemahaman yang terbatas, proses daur ulang harus menghasilkan barang yang mirip dengan barang aslinya dengan material yang sama, contohnya kertas bekas harus menjadi kertas dengan kualitas yang sama, atau busa polistirena bekas harus menjadi polistirena dengan kualitas yang sama. Seringkali, hal ini sulit dilakukan karena lebih mahal dibandingkan dengan proses pembuatan dengan bahan yang baru. Jadi, daur ulang adalah proses penggunaan kembali material menjadi produk yang berbeda. Bentuk lain dari daur ulang adalah ekstraksi material berharga dari sampah, seperti emas dari prosessor komputer, timah hitam dari baterai, atau ekstraksi material yang berbahaya bagi lingkungan, seperti merkuri.
Daur ulang adalah sesuatu yang luar biasa yang bisa didapatkan dari sampah. Proses daur ulang alumunium dapat menghemat 95% energi dan mengurangi polusi udara sebanyak 95% jika dibandingkan dengan ekstraksi alumunium dari tambang hingga prosesnya di pabrik. Penghematan yang cukup besar pada energi juga didapat dengan mendaur ulang kertas, logam, kaca, dan plastik.

Material-material yang dapat didaur ulang dan prosesnya diantaranya adalah:

Bahan bangunan

Material bangunan bekas yang telah dikumpulkan dihancurkan dengan mesin penghancur, kadang-kadang bersamaan dengan aspal, batu bata, tanah, dan batu. Hasil yang lebih kasar bisa dipakai menjadi pelapis jalan semacam aspal dan hasil yang lebih halus bisa dipakai untuk membuat bahan bangunan baru semacam bata.

Baterai

Banyaknya variasi dan ukuran baterai membuat proses daur ulang bahan ini relatif sulit. Mereka harus disortir terlebih dahulu, dan tiap jenis memiliki perhatian khusus dalam pemrosesannya. Misalnya, baterai jenis lama masih mengandung merkuri dan kadmium, harus ditangani secara lebih serius demi mencegah kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia.
Baterai mobil umumnya jauh lebih mudah dan lebih murah untuk didaur ulang.

Barang Elektronik

Barang elektronik yang populer seperti komputer dan handphone umumnya tidak didaur ulang karena belum jelas perhitungan manfaat ekonominya. Material yang dapat didaur ulang dari barang elektronik misalnya adalah logam yang terdapat pada barang elektronik tersebut (emas, besi, baja, silikon, dll) ataupun bagian-bagian yang masih dapat dipakai (microchip, processor, kabel, resistor, plastik, dll). Namun tujuan utama dari proses daur ulang, yaitu kelestarian lingkungan, sudah jelas dapat menjadi tujuan diterapkannya proses daur ulang pada bahan ini meski manfaat ekonominya masih belum jelas.

Logam

Besi dan baja adalah jenis logam yang paling banyak didaur ulang di dunia. Termasuk salah satu yang termudah karena mereka dapat dipisahkan dari sampah lainnya dengan magnet. Daur ulang meliputi proses logam pada umumnya; peleburan dan pencetakan kembali. Hasil yang didapat tidak mengurangi kualitas logam tersebut.
Contoh lainnya adalah alumunium, yang merupakan bahan daur ulang paling efisien di dunia. Namun pada umumnya, semua jenis logam dapat didaur ulang tanpa mengurangi kualitas logam tersebut, menjadikan logam sebagai bahan yang dapat didaur ulang dengan tidak terbatas.

Bahan Lainnya

Kaca dapat juga didaur ulang. Kaca yang didapat dari botol dan lain sebagainya dibersihkan dair bahan kontaminan, lalu dilelehkan bersama-sama dengan material kaca baru. Dapat juga dipakai sebagai bahan bangunan dan jalan. Sudah ada Glassphalt, yaitu bahan pelapis jalan dengan menggunakan 30% material kaca daur ulang.
Kertas juga dapat didaur ulang dengan mencampurkan kertas bekas yang telah dijadikan pulp
Plastik dapat didaur ulang sama halnya seperti mendaur ulang logam. Hanya saja, terdapat berbagai jenis plastik di dunia ini. Saat ini di berbagai produk plastik terdapat kode mengenai jenis plastik yang membentuk material tersebut sehingga mempermudah untuk mendaur ulang. Suatu kode di kemasan yang berbentuk segitiga 3R dengan kode angka di tengah-tengahnya adalah contohnya. Suatu angka tertentu menunjukkan jenis plastik tertentu, dan kadang-kadang diikuti dengan singkatan, misalnya LDPE untuk Low Density Poly Etilene, PS untuk Polistirena, dan lain-lain, sehingga mempermudah proses daur ulang.
Jenis kode plastik yang umum beredar diantaranya:
dengan material kertas baru. Namun kertas akan selalu mengalami penurunan kualitas jika terus didaur ulang. Hal ini menjadikan kertas harus didaur ulang dengan mencampurkannya dengan material baru, atau mendaur ulangnya menjadi bahan yang berkualitas lebih rendah.


Minggu, 29 Agustus 2010

CHRISTINE, MOL NENAS, PADI POT, DAN KOMPOS KEBUN

CHRISTINE, MOL NENAS, PADI POT, DAN KOMPOS KEBUN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 24 Maret 2008
Gambar: http://extension.missouri.edu/, Jasad Renik

Oleh: Sobirin
Ada sebuah diskusi lewat e-mail dengan Christine dari Semarang pemilik blog "disekitar christine" tentang MOL tapai campur nenas, padi pot, dan kompos di kebun kosong. Semoga ada manfaatnya untuk kita bersama. Inilah diskusinya sebagai berikut.......



Xtine: Pak, dengan penemuan MOL tapai campur nanas saya jadi bertanya-tanya, unsur apa sih sebenarnya yang bisa mengubah suatu bahan menjadi MOL? Kayanya kok semua bahan bisa ya?
Sob: Dongeng awamnya begini...bahan organik (semisal buah nenas, dan sejenisnya) ditambah gula atau air kelapa, kemudian “diperam” atau ”diragikan”, akan memunculkan jasad renik atau mikro organisme, yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Semua bahan bisa, tetapi suatu bahan akan menghasilkan jasad renik yang berbeda dengan bahan yang lain. Kalau bahannya tidak bersih, jasad reniknya juga tidak bersih. Oleh sebab itu, bila bahan untuk MOL ini sembarangan, misalnya dari sampah dapur, maka akan muncul berbagai jasad renik yang tidak kita harapkan. Jasad renik ini ada yang dari kelompok pengurai: jenis bakteri dan jamur yang mampu mengurai senyawa organik menjadi senyawa atau unsur lain yang lebih sederhana. Kemudian ada kelompok patogen: penyebab penyakit: jenis bakteri, jamur, virus, protozoa penyebab penyakit perut, kulit, pernapasan. Lalu kelompok penghasil racun: jenis bakteri dan jamur penyebab keracunan air atau bahan makanan. Juga ada kelompok pencemar: jika bahan kompos terkena kotoran manusia/hewan sakit, atau tercampur lumpur/air yang tercemar deterjen atau bahan kimia berbahaya. Dalam proses pengomposan, setelah MOL disiramkan ke bahan kompos, maka akan terjadi panas (proses termofilik), biasanya jasad renik kelompok patogen mati. Jasad renik yang dijual dipasaran, biasanya sudah dipilih beberapa jenis saja, yang dianggap perlu-perlu saja untuk tanaman. Makanya mahal, tetapi kadang hanya cocok untuk sesuatu tanaman, dan tidak cocok untuk tanaman yang lainnya. Yang kita sedang buat, karena bahannya bersih, diharapkan jasad reniknya juga bersih, hanya jasad renik jenis apa saja yang ada dalam MOL kita, bila kita ingin tahu, maka perlu dicheck di laboratorium. Jasad renik kita namanya juga MOL pakai huruf L yaitu LOKAL, buatan sendiri, yang penting ada hasilnya dan dalam rangka menuju Zero Waste.

Xtine: Saya punya selai nanas, selai dan sirup belimbing wuluh cukup banyak, tidak termakan dan sayang kalau dibuang (hasil praktek yang gagal....). Apa bisa dibuat MOL? Yang belimbing wuluh rasanya masih asam. Kalau bisa, apakah prosesnya sama dengan membuat MOL tapai?
Sob: Bisa, apalagi kalau bahan tersebut tidak pakai bahan kimia. Prosesnya sama. Pilih pakai tambah gula lagi atau air kelapa. MOL akan berproses sekitar 4 atau 5 hari, baru bisa kita manfaatkan.

Xtine: Kalo buah-buahan yang sudah layu karena kelamaan di kulkas (tapi belum busuk) apa bisa untuk MOL juga? Harus diblender atau cukup dipotong2 saja?
Sob: Bisa...diblender saja.

Xtine: Satu lagi Pak... Lihat tanaman padi Bapak, saya tuh jadi kepengen banget tanam padi di pot tapi tdk punya benihnya. Eh, tadi pagi waktu cuci beras saya nemu sebutir gabah, cuma satu-satunya dalam sekilo beras..... Iseng-iseng saya tanam dalam pot semai, kira-kira bisa tumbuh tidak ya pak? Biasanya muncul daunnya berapa hari?
Sob: Moga-moga mau tumbuh. Biasanya 8 (delapan) hari baru berkecambah dengan dua daun kecil-kecil berwarna hijau muda. Ambil pakai pinset, hati-hati, lalu “letakkan” diatas tanah campur kompos dalam pot yang sudah disiapkan. Jangan ditanam “dalam-dalam”, cukup diletakkan saja. Begini ya....butir padi dalam beras yang dikilo, sudah melalui proses penggilingan, jadi benih ini sudah terkena goncangan-goncangan mesin giling. Tetapi moga-moga saja benih ini masih “hidup”. Coba saja sekali-sekali main ke sawah di luar kota, minta benih ke petani. Atau minta saja di Balai Penelitian Padi setempat.

Xtine: Oya Pak, kayanya dulu Bapak pernah menulis tentang kompos di kebun kosong....? Bagaimana hasilnya? Sudah dipanen?
Sob: Ini yang saya gagal.... Maksud saya supaya diurus oleh warga kampung/RT. Tahunya tidak ada yang tanggung jawab dalam memberi MOL dan proses aduk-mengaduk. Ternyata kalau kita ingin mengembangkan perkomposan dalam skala yang RT, perlu semacam “capacity building” bagi kelompok warga. Di skala rumah tangga saja perlu ada orang yang bertanggung jawab, apalagi di skala yang lebih besar. Jadinya kompos kebun menjadi “monumen” yang kemudian ditumbuhi rumput dan tanaman liar………

pembuatan pupuk organik

pembuatan kompos

Selasa, 17 Agustus 2010

kompos

Gambar 2. Pembuatan Kompos


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan Gambar 2. Pembuatan Kompos


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal Gambar 2. Pembuatan Kompos


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

h. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawGambar 2. Pembuatan Kompos


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan keh. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

h. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawproses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

h. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawkebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

h. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbaw