Minggu, 29 Agustus 2010

CHRISTINE, MOL NENAS, PADI POT, DAN KOMPOS KEBUN

CHRISTINE, MOL NENAS, PADI POT, DAN KOMPOS KEBUN

Bandung, Jl. Alfa No. 92, Cigadung II, 24 Maret 2008
Gambar: http://extension.missouri.edu/, Jasad Renik

Oleh: Sobirin
Ada sebuah diskusi lewat e-mail dengan Christine dari Semarang pemilik blog "disekitar christine" tentang MOL tapai campur nenas, padi pot, dan kompos di kebun kosong. Semoga ada manfaatnya untuk kita bersama. Inilah diskusinya sebagai berikut.......



Xtine: Pak, dengan penemuan MOL tapai campur nanas saya jadi bertanya-tanya, unsur apa sih sebenarnya yang bisa mengubah suatu bahan menjadi MOL? Kayanya kok semua bahan bisa ya?
Sob: Dongeng awamnya begini...bahan organik (semisal buah nenas, dan sejenisnya) ditambah gula atau air kelapa, kemudian “diperam” atau ”diragikan”, akan memunculkan jasad renik atau mikro organisme, yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Semua bahan bisa, tetapi suatu bahan akan menghasilkan jasad renik yang berbeda dengan bahan yang lain. Kalau bahannya tidak bersih, jasad reniknya juga tidak bersih. Oleh sebab itu, bila bahan untuk MOL ini sembarangan, misalnya dari sampah dapur, maka akan muncul berbagai jasad renik yang tidak kita harapkan. Jasad renik ini ada yang dari kelompok pengurai: jenis bakteri dan jamur yang mampu mengurai senyawa organik menjadi senyawa atau unsur lain yang lebih sederhana. Kemudian ada kelompok patogen: penyebab penyakit: jenis bakteri, jamur, virus, protozoa penyebab penyakit perut, kulit, pernapasan. Lalu kelompok penghasil racun: jenis bakteri dan jamur penyebab keracunan air atau bahan makanan. Juga ada kelompok pencemar: jika bahan kompos terkena kotoran manusia/hewan sakit, atau tercampur lumpur/air yang tercemar deterjen atau bahan kimia berbahaya. Dalam proses pengomposan, setelah MOL disiramkan ke bahan kompos, maka akan terjadi panas (proses termofilik), biasanya jasad renik kelompok patogen mati. Jasad renik yang dijual dipasaran, biasanya sudah dipilih beberapa jenis saja, yang dianggap perlu-perlu saja untuk tanaman. Makanya mahal, tetapi kadang hanya cocok untuk sesuatu tanaman, dan tidak cocok untuk tanaman yang lainnya. Yang kita sedang buat, karena bahannya bersih, diharapkan jasad reniknya juga bersih, hanya jasad renik jenis apa saja yang ada dalam MOL kita, bila kita ingin tahu, maka perlu dicheck di laboratorium. Jasad renik kita namanya juga MOL pakai huruf L yaitu LOKAL, buatan sendiri, yang penting ada hasilnya dan dalam rangka menuju Zero Waste.

Xtine: Saya punya selai nanas, selai dan sirup belimbing wuluh cukup banyak, tidak termakan dan sayang kalau dibuang (hasil praktek yang gagal....). Apa bisa dibuat MOL? Yang belimbing wuluh rasanya masih asam. Kalau bisa, apakah prosesnya sama dengan membuat MOL tapai?
Sob: Bisa, apalagi kalau bahan tersebut tidak pakai bahan kimia. Prosesnya sama. Pilih pakai tambah gula lagi atau air kelapa. MOL akan berproses sekitar 4 atau 5 hari, baru bisa kita manfaatkan.

Xtine: Kalo buah-buahan yang sudah layu karena kelamaan di kulkas (tapi belum busuk) apa bisa untuk MOL juga? Harus diblender atau cukup dipotong2 saja?
Sob: Bisa...diblender saja.

Xtine: Satu lagi Pak... Lihat tanaman padi Bapak, saya tuh jadi kepengen banget tanam padi di pot tapi tdk punya benihnya. Eh, tadi pagi waktu cuci beras saya nemu sebutir gabah, cuma satu-satunya dalam sekilo beras..... Iseng-iseng saya tanam dalam pot semai, kira-kira bisa tumbuh tidak ya pak? Biasanya muncul daunnya berapa hari?
Sob: Moga-moga mau tumbuh. Biasanya 8 (delapan) hari baru berkecambah dengan dua daun kecil-kecil berwarna hijau muda. Ambil pakai pinset, hati-hati, lalu “letakkan” diatas tanah campur kompos dalam pot yang sudah disiapkan. Jangan ditanam “dalam-dalam”, cukup diletakkan saja. Begini ya....butir padi dalam beras yang dikilo, sudah melalui proses penggilingan, jadi benih ini sudah terkena goncangan-goncangan mesin giling. Tetapi moga-moga saja benih ini masih “hidup”. Coba saja sekali-sekali main ke sawah di luar kota, minta benih ke petani. Atau minta saja di Balai Penelitian Padi setempat.

Xtine: Oya Pak, kayanya dulu Bapak pernah menulis tentang kompos di kebun kosong....? Bagaimana hasilnya? Sudah dipanen?
Sob: Ini yang saya gagal.... Maksud saya supaya diurus oleh warga kampung/RT. Tahunya tidak ada yang tanggung jawab dalam memberi MOL dan proses aduk-mengaduk. Ternyata kalau kita ingin mengembangkan perkomposan dalam skala yang RT, perlu semacam “capacity building” bagi kelompok warga. Di skala rumah tangga saja perlu ada orang yang bertanggung jawab, apalagi di skala yang lebih besar. Jadinya kompos kebun menjadi “monumen” yang kemudian ditumbuhi rumput dan tanaman liar………

pembuatan pupuk organik

pembuatan kompos

Selasa, 17 Agustus 2010

kompos

Gambar 2. Pembuatan Kompos


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan Gambar 2. Pembuatan Kompos


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal Gambar 2. Pembuatan Kompos


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

h. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawGambar 2. Pembuatan Kompos


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke


Tahapan pengomposan:

a. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

b. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos















Gambar 3. Pemotongan sampah menjadi bentuk yang lebih kecil

c. Penyusunan Tumpukan

· Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

· Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

· Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

d. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

e. Penyiraman

· Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).

· Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

· Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

f. Pematangan

· Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

· Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

g. Penyaringan

· Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan keh. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

h. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawproses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

h. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawkebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

· Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

h. Pengemasan dan Penyimpanan

· Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

· Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benihgulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbaw